Situs ini menggunakan cookie teknis (yang diperlukan) dan analitis.
Dengan terus menjelajahi situs ini, Anda menerima penggunaan cookies.

Pernyataan Bersama tentang Invasi Rusia ke Ukraina

Pernyataan bersama oleh Duta Besar Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Uni Eropa, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, Slovakia, Spanyol, Swedia, Ukraina dan Inggris.

Kebebasan adalah hak universal. Kebebasan untuk hidup dalam kedamaian dan keamanan. Kebebasan berbicara. Kebebasan untuk memilih perwakilan legislatif dan pemerintah kita. Kebebasan-kebebasan ini diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di mana ada 193 penandatangan di seluruh dunia, termasuk semua negara kita dan 10 anggota ASEAN. Tragisnya, kebebasan dasar ini terancam di Ukraina — negara berdaulat dan anggota PBB sejak 1991.

Pada 24 Februari, Presiden Putin dari Rusia memerintahkan militernya untuk menginvasi Ukraina. Ini merupakan susulan dari upaya aneksasi dan pendudukan ilegal Rusia pada tahun 2014 di wilayah Krimea di Ukraina, yang dikutuk oleh mayoritas negara di Majelis Umum PBB (UNGA). Ukraina tidak melakukan apa pun untuk memprovokasi tindakan ilegal oleh Rusia ini, yang merupakan pelanggaran yang jelas dan mencolok terhadap hukum internasional, Piagam PBB, integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina. Ukraina hanya ingin menggunakan hak mereka yang sah untuk hidup secara bebas dan damai, seperti warga negara Indonesia.

Konflik ini memiliki konsekuensi besar bagi komunitas global: tentang bagaimana kita memperlakukan satu sama lain sebagai bangsa dan sebagai individu berdasarkan hukum internasional dan tanggung jawab keanggotaan PBB kita. Ini telah berdampak langsung pada ekonomi global, yang sudah berjerih payah menghadapi kesulitan rantai pasokan, kekurangan tenaga kerja, jumlah pengungsi yang dramatis, dan kenaikan inflasi karena COVID-19. Sejak invasi ilegal Rusia ke Ukraina, energi, transportasi, komoditas, dan harga pangan melonjak di seluruh dunia.

Meskipun Eropa tampak jauh, apa yang terjadi di Ukraina penting bagi kita semua. Seperti yang dikatakan Elie Wiesel, “Kita harus selalu berpihak. Netralitas membantu penindas, tidak pernah dipihak korban. Kebisuan merupakan penyemangat bagi penyiksa, bukan yang tersiksa.” Seperti riak di kolam, konsekuensi dari krisis ini akan menghantam kawasan Indo-Pasifik, yang perlu ikut mengutuk agresi Rusia, sehingga kita dapat terus bangun kembali dari pandemi dengan lebih baik.

Negara-negara kami, PBB, Uni Eropa, NATO dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk meredakan ketegangan regional dan membentuk resolusi damai untuk konflik ini (terutama melalui Perjanjian Minsk). Upaya ini telah dipercepat dalam beberapa bulan terakhir. Sementara itu, Rusia terus meningkatkan ketegangan dengan menempatkan sumber daya militer yang substansial di perbatasan Ukraina dan di wilayah Laut Hitam, melalui latihan militer besar-besaran dan secara langsung mengancam Ukraina dengan penggunaan kekuatan.

Sejak invasi militer Rusia yang ilegal, tidak beralasan dan direncanakan ke Ukraina, jumlah korban tewas secara tragis meningkat termasuk banyak warga sipil Ukraina. Sangat difahami bahwa negara-negara tetangga Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya prihatin dengan situasi keamanan yang tragis di Eropa Timur. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dengan cepat mengutuk Rusia atas invasi yang mengerikan dan ilegal ke Ukraina. Negara-negara kita telah bersatu untuk sangat mengutuk agresi Rusia yang tidak beralasan dan mengungkapkan solidaritas yang tulus dengan Ukraina. Protes publik di banyak negara semakin banyak dan merupakan tanda yang jelas dari dukungan global untuk Ukraina.

Negara-negara kami juga telah memberlakukan sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menghantam keras terhadap Putin, lingkaran dalamnya, dan para penasihat mereka. Ini akan menimbulkan biaya yang sangat besar dan berdampak lama, mempersulit pembiayaan perang dan mendorong kepemimpinan Rusia untuk menghentikan permusuhan dan memberikan kesempatan perdamaian. Dampak dari sanksi ini semakin meningkat dan telah merusak ruang manuver Rusia.

Pada 25 Februari, Dewan Keamanan PBB bertemu untuk meloloskan resolusi yang mengutuk pelanggaran berat dan ilegal Rusia terhadap Piagam PBB karena mengancam perdamaian dan keamanan global; dan menyerukan gencatan senjata segera dan resolusi damai. Bisa diprediksi, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia menggunakan hak vetonya dan memblokir resolusi tersebut. Namun, 11 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB memberikan suara mendukung dengan hanya tiga abstain.

Resolusi itu jelas dan sepantasnya membuat Putin dan Rusia terekspos dan terisolasi di panggung dunia. Pada tanggal 2 Maret, Majelis Umum PBB memutuskan untuk menegur Rusia karena menyerang Ukraina, menuntut Moskow menghentikan serangannya dan segera menarik semua pasukan, dengan 141 negara termasuk Indonesia, memberikan suara mendukung mosi tersebut.

  • Tag:
  • N